Jumat, 20 April 2012

Sangkaan Peran Gender

Mungkin sebagian dari kita sudah tak lazim lagi mendengar kata2* peran gender. Yaa..sebuah gambaran peran yang diasumsikan kepada masing-masing individu baik maskulinitas ataupun feminism. 
Di Indonesia, perempuan telah diberi peluang yang sama dengan laki-laki di bidang pendidikan, namun persepsi masyarakat terhadap perempuan tidak mengalami perubahan yang berarti. Masih kuatnya anggapan bahwa pendidikan pada wanita tujuannya adalah agar ia lebih mampu mendidik anak-anaknya. Perempuan tetap saja dianggap the second sex. Culture faham patriarchi yang dianut masyarakatnya dari jaman nenek moyang membuat anggapan-anggapan tersebut terus melekat.
Jika berbicara mengenai modernisasi yang saat ini terus berkembang di masyarakat, kita perlu mengkaji tentang issue-issue gender yang terjadi pada laki-laki. Dengan kata lain, tdk hanya dari sisi perempuan yang selama ini diituntut mengalami perubahan,
Berubahnya peran-peran wanita ini, seharusnya membawa konsekuensi berubah pula peran-peran pria, sekaligus tatanan sosial yang ada. Jika pria sebagai bagian dari masyarakat, tidak ikut berubah, maka permasalahan akan timbul. Dalam skala keluarga misalnya, dengan bekerjanya seorang ibu, maka iapun berperan sebagai pemberi nafkah keluarga, yang tentunya mempengaruhi ketersediaan waktu dan tenaga ibu untuk berperan di dalam pengaturan rumah tangga serta pengasuhan anak. Sehingga bapak diharapkan juga dapat mengisi peran-peran seperti pengasuhan anak dan pekerjaan keluarga..
Namun berbagai kondisi yang tampil, menunjukkan hal yang berbeda, wanita diperkenankan untuk bekerja, baik dengan alasan ekonomi, maupun alasan pengembangan diri, namun di sisi lain, ia tetap dituntut bertanggung jawab penuh di dunia rumah tangga serta pengasuhan anak. Kondisi yang kerap diistilahkan sebagai peran ganda ini, tanpa melibatkan peran serta pria untuk membuat keseimbangan, cenderung akan menimbulkan berbagai permasalahan.
Konflik peran gender mengimplikasikan permasalahan-permasalahan kognitif, emosional, ketidaksadaran dan perilaku yang disebabkan oleh sosialisasi peran gender yang dipelajari di masyarakat yang seksis dan patriarchal. Untuk mengatasi peran tersebut mungkin kita mengenal istilah “Androgini” atau gabungan antara feminism dan maskulin, dan dapat saling mengisinya. Mungkin disini peran androgini masih bersifat agresif dan kompetisi. Namun peran transcendences bisa lebih baik diterapkan karena menuju kpd arah professional,sesuai dgn kesetaraan peran.
                      
  Saran ke arah perbaikan, yakni mendefenisikan kembali maskulinitas, umumnya dikaitkan dengan perubahan aspek-aspek budaya patriarchal, seperti mendefenisikan kembali peran ayah, mentransformasikan budaya yang memasukkan unsur-unsur kepedulian dan pengasuhan sebagai bagian dari norma menjadi pria terhadap anak-anak pria, dan aktivitas para pria sendiri, seperti model gender role journey, yang berujung pada transendens peran. Cara-cara ini dianggap bermanfaat bagi pria dan wanita serta hubungan di antara ke duanya.
Semoga berguna,, Trims
Nurul Husna, Spsi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar