Mungkin sebagian dari kita sudah tak lazim lagi
mendengar kata2* peran gender. Yaa..sebuah gambaran peran yang diasumsikan
kepada masing-masing individu baik maskulinitas ataupun feminism.
Di Indonesia, perempuan telah diberi
peluang yang sama dengan laki-laki di bidang pendidikan, namun persepsi
masyarakat terhadap perempuan tidak mengalami perubahan yang berarti. Masih
kuatnya anggapan bahwa pendidikan pada wanita tujuannya adalah agar ia lebih
mampu mendidik anak-anaknya. Perempuan tetap saja dianggap the second sex.
Culture faham patriarchi yang dianut masyarakatnya dari jaman nenek moyang
membuat anggapan-anggapan tersebut terus melekat.
Jika berbicara mengenai modernisasi yang saat ini terus
berkembang di masyarakat, kita perlu mengkaji tentang issue-issue gender yang
terjadi pada laki-laki. Dengan kata lain, tdk hanya dari sisi perempuan yang
selama ini diituntut mengalami perubahan,
Berubahnya peran-peran wanita ini,
seharusnya membawa konsekuensi berubah pula peran-peran pria, sekaligus tatanan
sosial yang ada. Jika pria sebagai bagian dari masyarakat, tidak ikut berubah,
maka permasalahan akan timbul. Dalam skala keluarga misalnya, dengan bekerjanya
seorang ibu, maka iapun berperan sebagai pemberi nafkah keluarga, yang tentunya
mempengaruhi ketersediaan waktu dan tenaga ibu untuk berperan di dalam
pengaturan rumah tangga serta pengasuhan anak. Sehingga bapak diharapkan juga
dapat mengisi peran-peran seperti pengasuhan anak dan pekerjaan keluarga..
Namun berbagai kondisi yang tampil,
menunjukkan hal yang berbeda, wanita diperkenankan untuk bekerja, baik dengan
alasan ekonomi, maupun alasan pengembangan diri, namun di sisi lain, ia tetap
dituntut bertanggung jawab penuh di dunia rumah tangga serta pengasuhan anak.
Kondisi yang kerap diistilahkan sebagai peran ganda ini, tanpa melibatkan peran
serta pria untuk membuat keseimbangan, cenderung akan menimbulkan berbagai
permasalahan.
Konflik peran gender mengimplikasikan
permasalahan-permasalahan kognitif, emosional, ketidaksadaran dan perilaku yang
disebabkan oleh sosialisasi peran gender yang dipelajari di masyarakat yang
seksis dan patriarchal. Untuk mengatasi peran tersebut mungkin kita mengenal
istilah “Androgini” atau gabungan
antara feminism dan maskulin, dan dapat saling mengisinya. Mungkin disini peran
androgini masih bersifat agresif dan kompetisi. Namun peran transcendences bisa lebih baik
diterapkan karena menuju kpd arah professional,sesuai dgn kesetaraan peran.
Saran ke arah perbaikan,
yakni mendefenisikan kembali maskulinitas, umumnya dikaitkan dengan perubahan
aspek-aspek budaya patriarchal, seperti mendefenisikan kembali peran ayah,
mentransformasikan budaya yang memasukkan unsur-unsur kepedulian dan pengasuhan
sebagai bagian dari norma menjadi pria terhadap anak-anak pria, dan aktivitas
para pria sendiri, seperti model gender role journey, yang berujung pada
transendens peran. Cara-cara ini dianggap bermanfaat bagi pria dan wanita serta
hubungan di antara ke duanya.
Semoga berguna,, Trims
Nurul Husna, Spsi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar